Bila Orang Kaya Menyerbu Sekolah Negeri, Akan Dikemanakan Mereka Yang Tidak Punya Uang?
Penulis : Nirma Marina Lestari
Ibu saya kebetulan memiliki 2 sekolah menengah di Kota Depok, Jawa Barat. Satu sekolah di jenjang SLTP & SMU dan dibangun sejak tahun 1984, kemudian satu lagi baru 3 tahun berdiri dan berada di jenjang TK-SD-SLTP-SMU & SMK Broadcast pertama di Indonesia, keduanya berstatus “Disamakan”. Sebagai anaknya, saya tentu diminta untuk selalu ikut “bergabung” mengurusi management kedua sekolah ini sehari-harinya meskipun saya masih berstatus mahasiswi walau Insya Allah akan lulus sebentar lagi.
Banyak hal yang saya pelajari dan saya perhatikan mengenai masalah-masalah pendidikan. Salah satu yang saya perhatikan adalah mengenai pola pikir masyarakat terhadap sekolah yang dinamakan “Sekolah Negeri”.
Sekolah Negeri pada dasarnya seperti yang kita ketahui adalah sekolah yang semua penyelenggaraannya diadakan oleh dan atas dana dari Pemerintah Dari mulai biaya pembangunan gedung, penyediaan fasilitas, biaya belanja ATK, pembayaran listrik, telefon, gaji guru dan karyawan yang semua adalah PNS. Di negara lain pun sekolah negeri adalah milik pemerintah dan semua dana berasal dari pemerintah.
Sekolah swasta pada dasarnya adalah dibangun untuk membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak bangsa ini, membantu dalam menyediakan daya tampung, membantu mengurangi Anggaran Pengeluaran/Belanja Pendidikan dari mulai anggaran gaji guru, anggaran sarana prasarana sekolah, dan lain-lainnya.
Sekolah Negeri karena dibiayai oleh pemerintah SEHARUSNYA, layaknya negara-negara lain-khususnya negara maju, GRATIS/ BEBAS BIAYA bagi semua siswanya. Kalau pun kita harus membayar selayaknya tidaklah besar jumlahnya, sekedar membantu kesejahteraan guru atau pengembangan SDM pengajar dan para siswa atau operasional seadanya.
Sementara Swasta, Karena semua bantuan tadi memerlukan banyak biaya dan biaya ini datangnya dari pemilik sekolah, tentu tidaklah heran apabila untuk bisa menikmatinya siswa harus membayar sejumlah biaya yang besarnya bervariasi tergantung keadaan sekolahnya. Sekolah swasta ini hadir dengan berbagai macam keadaan untuk melayani masyarakat dari yang berpenghasilan rendah menengah sampai yang berpenghasilan tinggi.
Sekolah Negeri karena berbiaya rendah seharusnya ditujukan bagi siswa dari masyarakat/keluarga yang berpenghasilan KECIL, baik bagi mereka yang mempunyai intelegensia tinggi sampai yang tergolong biasa-biasa saja! Sementara bagi mereka yang berpenghasilan tinggi, diharapkan masuk ke sekolah-sekolah swasta!
TAPI APA YANG TERJADI?! Semakin hari semakin bisa kita lihat, dan diantara anda pasti ada pula yang merasakan, bahwa saat ini justru sebagian besar dari masyarakat kita berpola pikir “NEGERI MINDED”..apa pula istilah itu? “NEGERI MINDED” menurut kami adalah pola pikir yang terbentuk dalam benak masyarakat, baik yang kaya maupun miskin, dimana mereka menganggap bahwa sekolah negeri is the best, is everything, so proudly. Akan sangat membanggakan apabila anak-anak mereka bisa diterima di dalam sekolah negeri.
Pola pikir semacam itu terasa kental sekali pada masyarakat yang akan memasuki jenjang pendidikan khususnya SLTP dan SMU! Bahkan yang di Universitas sekalipun!
Semua orang berbondong-bondong menyerbu kesana. Termasuk yang kaya sekalipun! Bangku yang seharusnya bisa diisi oleh semua siswa yang orang tuanya tidak mampu, ikut diperebutkan oleh mereka yang mampu secara finansial.
Keadaan lebih diperburuk dengan adanya KOLUSI dan NEPOTISME.
Kami menemukan di lapangan/banyak sekolah negeri dimana banyak orang tua siswa yang rela untuk menyogok Jutaan Rupiah agar bisa masuk kesana. (disini saya bicara 5-10 juta rupiah seperti kenyataan yang kami temukan di lapangan dan SPP sekitar Rp 150.000,-)! Yang resmi diterima saja dikenakan uang masuk sekitar 2-3 juta per siswa! Padahal uang 2-10 juta itu bisa digunakan untuk bersekolah di swasta yang notabene fasilitasnya lebih lengkap.
Sekarang kalau sekolah negeri penuh dengan siswa dengan orang tua berpenghasilan tinggi, lalu akan pergi kemana mereka yang tidak mempunyai uang? sekolah mana yang tersisa buat mereka? swasta? semurah-murahnya swasta seharusnya Negeri jauh lebih murah karena alasan pembiayaan pemerintah tadi! Akankah kita/anda sekalian tega membiarkan mereka sudah jatuh tertimpa tangga pula?
Saya ingat perkataan ibu saya yang demikian,”Kalau orang tuanya jadi tukang bakso, anaknya boro-boro jadi juragan bakso, yang ada jadi lebih buruk dari tukang bakso! Karena boro-boro mau lebih maju, sekolah saja tidak dapat tempat!”
Alasan klasik mereka yang masuk sekolah negeri adalah kebanyakan mengatakan bahwa mutu pendidikan disana lebih baik. Siapa bilang demikian? anda bisa melihat kenyataan contohnya di sekolah-sekolah swasta khususnya yang elit di Jakarta, misalnya, Pelita Harapan, Al Izhar, Santa Ursula, dll… Lulusan mereka hampir semuanya bagus-bagus, bahkan kalau indikator yang anda pakai adalah NEM (sekarang nilai UAN), justru nilai tertinggi seringkali didapat oleh siswa swasta. Begitu pula di Universitas Swasta, banyak lulusannya yang menjadi orang berhasil.
Negeri atau Swasta tidak masalah. Semua itu tergantung diri masing-masing, apakah mereka MAU belajar dengan baik atau tidak.
Oleh karena itu, saya menghimbau kepada Anda semua yang kira-kira berpenghasilan yang cukup untuk membiayai anak-anak Anda ke sekolah swasta, sekolahkanlah mereka di sekolah swasta. Berikanlah kesempatan bagi mereka yang kurang beruntung untuk bisa ikut merasakan dan menikmati pendidikan seperti Anda dan anak Anda semua. Dengan demikian anda turut secara nyata membantu proses pencerdasan bangsa ini.
Terima kasih.